universitas negeri manado |
Laporan Penelitian Pengetahuan lingkungan |
Pengetahuan Lingkungan |
Mangrove |
Pricilia Kalesaran |
Kelas : PGBI Nim 10311057 |
Mangrove
Abstrak
Bagi sebagian besar masyarakat di Indonesia hutan mangrove sering disamakan dengan hutan bakau. Persepsi ini bagi sebagian orang mungkin bisa dibenarkan, namun sebenarnya adalah salah besar. Hal ini didasarkan bahwa bakau adalah hanya salah satu jenis dari tanaman mangrove dari family Rhizophoraceae. Tumbuhan mangrove bersifat unik karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut. Organisme yang hidup di ekosistem mangrove terutama pohon mangrove memiliki kelebihan untuk dapat bertahan pada kondisi dengan salinitas lingkungan yang tinggi. Hutan mangrove sampai dengan saat ini memberikan banyak manfaat baik manfaat zonasi maupun manfaat ekologis. Selain itu lahan dari hutan mangrove saat ini telah banyak dikonversi baik untuk kebutuhan lahan budidaya (tambak,sawah, dll.) maupun untuk perumahan, pelabuhan maupun industri. Ekosistem mangrove juga merupakan daerah asuhan, berkembang biak, dan mencari makan berbagai jenis ikan dan udang. Oleh karena itu keberadaan ekosistem mangrovesangat penting dalam menjaga kelestarian stok perikanan. Ekosistem mangrove jugaberperan untuk menjaga stabilitas garis pantai. Pengenalan lebih lanjut mengenai mangrove dibahas dalam laporan dibawah ini.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Hutan-hutan bakau menyebar luas di bagian yang cukup panas di dunia, terutama di sekeliling khatulistiwa di wilayah tropika dan sedikit di subtropika. Luas hutan bakau Indonesia antara 2,5 hingga 4,5 juta hektar, merupakan mangrove yang terluas di dunia. Berdasarakan data tersebut maka kita perlu memplajari hutan mangrove, mengingat bahwa ekosistm ini berperan penting bagi manusia dan organisme di sekitarnya.
B. Tujuan :
· Topik I : Ekosistem Mangrove
· Mengidentifikasikan tumbuhan mangrove
· Mengetahui keunikan ekosistem mangrove
· Mengetahui zonasi pada ekosistem mangrove
- Topic II : Tingkat Trofik
- Mengetahui tingkatan trofik yang ada di ekosistem mangrove moonit
- Menyusun rantai makanan dan jarring-jaring makanan
C. Prosedur kerja :
· Topik I : Ekosistem Mangrove
1. Tariklah 2 tali dari arah pantai sepanjang 50 sampai 100 meter (transek)
2. Pada titik-titik tertentu sepanjang transek yang dibuat : buatlah kwadran yanitu tali berukuran 1x1m untuk sapihan, 5x5 m untuk anakn, dan 10x10 m untuk pohon sebanyak masing-masing 3 buah. Catatan : diameter pohon>10cm, anakan 7-10 cm, sapihan <7cm.
3. Hitung setiap individu (sapihan, anakan dan pohon) yang ada pada tiapkwadran
4. Dari data yang ada hitunglah
Cintron dan novely (1984)
o Kerapatan jenis=
o Kerapatan relative =
o Frekwensi jenis =
5. Buat laporan, lampirkan dengan foto
· Topic II : Tingkat Trofik
Prosedur kerja ;
1. Pada percobaan pertama, identifikasikan setiap jenis hewan yang ada di sepanjang transek. Amati tingkta trofik:produsen, konsumen, pengurai. Jika perlu di foto
2. Susunlah jarring-jaring makanan berdasarkan data yang ada
3. Bahas hasil percobaan anda mengenai rantai makanan yang ada pada ekosistem mangrove, jelaskan jika ada unsure spesifiknya. Jelaska pengaruh intervensi manusia sekitar lokasi pada ekosistem mangrove tersebut khususnya pada rantai makanan.
4. Buat laporan, lengkpai dengan table data dan foto.
BAB II KAJIAN TEORI
1. Gambaran umum Mangrove
Hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di atas rawa-rawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Baik di teluk-teluk yang terlindung dari gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai di mana air melambat dan mengendapkan lumpur yang dibawanya dari hulu.
Ekosistem hutan bakau bersifat khas, baik karena adanya pelumpuran yang mengakibatkan kurangnya aerasi tanah; salinitas tanahnya yang tinggi; serta mengalami daur penggenangan oleh pasang-surut air laut. Hanya sedikit jenis tumbuhan yang bertahan hidup di tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan bersifat khas hutan bakau karena telah melewati proses adaptasi dan evolusi.
Menghadapi lingkungan yang ekstrim di hutan bakau, tetumbuhan beradaptasi dengan berbagai cara. Secara fisik, kebanyakan vegetasi mangrove menumbuhkan organ khas untuk bertahan hidup. Seperti aneka bentuk akar dan kelenjar garam di daun. Namun ada pula bentuk-bentuk adaptasi fisiologis.
Tegakan api-api Avicennia di tepi laut. Perhatikan akar napas yang muncul ke atas lumpur pantai. Pohon-pohon bakau (Rhizophora spp.), yang biasanya tumbuh di zona terluar, mengembangkan akar tunjang (stilt root) untuk bertahan dari ganasnya gelombang. Jenis-jenis api-api (Avicennia spp.) dan pidada (Sonneratia spp.) menumbuhkan akar napas (pneumatophore) yang muncul dari pekatnya lumpur untuk mengambil oksigen dari udara. Pohon kendeka (Bruguiera spp.) mempunyai akar lutut (knee root), sementara pohon-pohon nirih (Xylocarpus spp.) berakar papan yang memanjang berkelok-kelok; keduanya untuk menunjang tegaknya pohon di atas lumpur, sambil pula mendapatkan udara bagi pernapasannya. Ditambah pula kebanyakan jenis-jenis vegetasi mangrove memiliki lentisel, lubang pori pada pepagan untuk bernapas. Untuk mengatasi salinitas yang tinggi, api-api mengeluarkan kelebihan garam melalui kelenjar di bawah daunnya. Sementara jenis yang lain, seperti Rhizophora mangle, mengembangkan sistem perakaran yang hampir tak tertembus air garam. Air yang terserap telah hampir-hampir tawar, sekitar 90-97% dari kandungan garam di air laut tak mampu melewati saringan akar ini. Garam yang sempat terkandung di tubuh tumbuhan, diakumulasikan di daun tua dan akan terbuang bersama gugurnya daun.
Pada pihak yang lain, mengingat sukarnya memperoleh air tawar, vegetasi mangrove harus berupaya mempertahankan kandungan air di dalam tubuhnya. Padahal lingkungan lautan tropika yang panas mendorong tingginya penguapan. Beberapa jenis tumbuhan hutan bakau mampu mengatur bukaan mulut daun (stomata) dan arah hadap permukaan daun di siang hari terik, sehingga mengurangi evaporasi dari daun. Adaptasi lain yang penting diperlihatkan dalam hal perkembang biakan jenis. Lingkungan yang keras di hutan bakau hampir tidak memungkinkan jenis biji-bijian berkecambah dengan normal di atas lumpurnya. Selain kondisi kimiawinya yang ekstrem, kondisi fisik berupa lumpur dan pasang-surut air laut membuat biji sukar mempertahankan daya hidupnya.
Hampir semua jenis flora hutan bakau memiliki biji atau buah yang dapat mengapung, sehingga dapat tersebar dengan mengikuti arus air. Selain itu, banyak dari jenis-jenis mangrove yang bersifat vivipar: yakni biji atau benihnya telah berkecambah sebelum buahnya gugur dari pohon. Contoh yang paling dikenal barangkali adalah perkecambahan buah-buah bakau (Rhizophora), tengar (Ceriops) atau kendeka (Bruguiera). Buah pohon-pohon ini telah berkecambah dan mengeluarkan akar panjang serupa tombak manakala masih bergantung pada tangkainya. Ketika rontok dan jatuh, buah-buah ini dapat langsung menancap di lumpur di tempat jatuhnya, atau terbawa air pasang, tersangkut dan tumbuh pada bagian lain dari hutan. Kemungkinan lain, terbawa arus laut dan melancong ke tempat-tempat jauh.
Propagul-propagul seperti ini dapat terbawa oleh arus dan ombak laut hingga berkilometer-kilometer jauhnya, bahkan mungkin menyeberangi laut atau selat bersama kumpulan sampah-sampah laut lainnya. Propagul dapat ‘tidur’ (dormant) berhari-hari bahkan berbulan, selama perjalanan sampai tiba di lokasi yang cocok. Jika akan tumbuh menetap, beberapa jenis propagul dapat mengubah perbandingan bobot bagian-bagian tubuhnya, sehingga bagian akar mulai tenggelam dan propagul mengambang vertikal di air. Ini memudahkannya untuk tersangkut dan menancap di dasar air dangkal yang berlumpur.
2. Rantai Makanan dan Tingkat Trofik
Salah satu cara suatu komunitas berinteraksi adalah dengan peristiwa makan dan dimakan, sehingga terjadi pemindahan energi, elemen kimia, dan komponen lain dari satu bentuk ke bentuk lain di sepanjang rantai makanan.
Organisme dalam kelompok ekologis yang terlibat dalam rantai makanan digolongkan dalam tingkat-tingkat trofik. Tingkat trofik tersusun dari seluruh organisme pada rantai makanan yang bernomor sama dalam tingkat memakan. Sumber asal energi adalah matahari. Tumbuhan yang menghasilkan gula lewat proses fotosintesis hanya memakai energi matahari dan C02 dari udara. Oleh karena itu, tumbuhan tersebut digolongkan dalam tingkat trofik pertama. Hewan herbivora atau organisme yang memakan tumbuhan termasuk anggota tingkat trofik kedua. Karnivora yang secara langsung memakan herbivora termasuk tingkat trofik ketiga, sedangkan karnivora yang memakan karnivora di tingkat trofik tiga termasuk dalam anggota iingkat trofik keempat.
BAB III PENGOLAHAN DATA
Data hasil pengamatan :
I. TOPIK 1
Tabel banyaknya Jumlah anakan, sapihan dan pohon.
Kuadran I 1x1 meter | Sapihan(diameter) : -3,5cm -2,4cm -1,8cm -2,6cm -2,6cm -3cm -4cm | Cirri –ciri: Daun lonjong Daun lonjong Daun bulat Daun bulat Daun bulat Daun bulat Daun bulat |
Kuadaran II 5x5m | Anakan (diamter) -8cm -7,1cm -10cm -10cm Sapihan -5cm -1,3cm -1 cm -1,5 cm -2,5cm -4,5cm -6cm Pohon: 13,5 cm | Ciri-ciri : Daun lonjong Daun lonjong Daun lonjong Daun lonjong Daun lonjong Daun lonjong Daun lonjong Daun lonjong Daun lonjong Daun lonjong Daun lonjong Daun lonjong |
Kuadran III 10x10 meter | Pohon (diameter) -11cm -12cm -25cm -13,5 cm -10,5cm -10,6cm | Cirri –ciri Daun lonjong Daun lonjong Daun lonjong Daun lonjong Daun lonjong Daun lonjong |
- Daun bulat yang diamati termasuk jenis Avicennia spp
- Daun lonjong yang diamati termasuk jenis Rhizophora spp
Cintron dan novely (1984)
ü Kerapatan jenis=
100 meter 2=0,01 Ha
1. Daun bulat
=
= 500.000 ind/Ha
2. Daun lonjong
=
=2.000.000 ind/Ha
ü Kerapatan relative =
1. Daun bulat
=20%
2. Daun lonjong
= 80%
ü Frekwensi jenis =
- Daun bulat
=
=0,2
- Daun lonjong
=
=0,8
II. TOPIK 2
Pada umumnya fauna yang hidup di hutan bakau adalah serangga, crustaceae, mollusca, ikan, burung dan mmalia.
Jaring makanan nya adalah :
burung→mamalia →pengurai
ikan
Pohon bakau→serangga→crutasceae
moluska
ü Jenis moluska antara lain, Keong, Siput, kerang.
ü Serangga antara lain, lebah, nyamuk, lalat, ngengat
ü Crustacaea antara lain, kepiting.
BAB IV PEMBAHASAN
1. Keunikan mangrove
Tumbuhan mangrove bersifat unik karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut. Umumnya mangrove mempunyai sistem perakaran yang menonjol yang disebut akar nafas (pneumatofor). Sistem perakaran ini merupakan suatu cara adaptasi terhadap keadaan tanah yang miskin oksigen atau bahkan anaerob.
Secara umum hutan mangrove memiliki karakteristik sebagai berikut :
a. Tidak dipengaruhi oleh iklim, tetapi dipengaruhi oleh pasang surut air laut (tergenang air laut pada saat pasang dan bebas genangan air laut pada saat surut)
b. Tumbuh membentuk jalur sepanjang garis pantai atau sungai dengan substrat anaerob berupa lempung (firm clay soil), gambut (peat), berpasir (sandy soil) dan tanah koral
c. Struktur tajuk tegakan hanya memiliki satu lapisan tajuk (berstratum tunggal). Komposisi jenis dapat homogen (hanya satu jenis) atau heterogen (lebih dari satu jenis). Jenis-jenis kayu yang terdapat pada areal yang masih berhutan dapat berbeda antara satu tempat dengan lainnya, tergantung pada kondisi tanahnya, intensitas genangan pasang surut air laut dan tingkat salinitas
d. Penyebaran jenis membentuk zonasi. Zona paling luar berhadapan langsung dengan laut pada umumnya ditumbuhi oleh jenis-jenis Avicennia spp dan Sonneratia spp (tumbuh pada lumpur yang dalam, kaya bahan organik). Zona pertengahan antara laut dan daratan pada umumnya didominasi oleh jenis-jenis Rhizophora spp. Sedangkan zona terluar dekat dengan daratan pada umumnya didominasi oleh jenis-jenis Bruguiera spp
2. factor mempengaruhi penyebaran
Secara ekologis, banyak factor yang mempengaruhi penyebaran, bukan hanya kemampuan dalam mentolerir salah satu atau beberapa factor abiotic misalnya kadar garam yang tinggi, namun juga inateraksi dengan factor biotic seperti kompetisi. Mangrove dapat hidup dalam air tawar, tapi akan kesulitan untuk tipe tanah yang kering, untuk tanah dengan tipe tanah basah harus berkompetisi dengan vegetasi yang telah lebih dulu beradaptasi. Secara evolusioner tanaman darat telah beradaptasi dengan kondisi lingkungan daratan dengan berbagai mekanisme, termasuk dalam melakukan persaingan hidup antar jenis, oleh karena itu mangrove akan kesulitan berkompetisi dan hanya tersebar pada daerah dengan salinitas tinggi.
Hutan mangrove dapat ditemukan di pesisir pantai wilayah tropis sampai sub tropis, terutama pada pantai yang landai, dangkal, terlindung dari gelombang besar dan muara sungai. Secara umum hutan mangrove dapat berkembang dengan baik pada habitat dengan ciri-ciri sebagai berikut :
a. jenis tanah berlumpur, berlempung atau berpasir, dengan bahan bentukan berasal dari lumpur, pasir atau pecahan karang/koral
b. habitat tergenang air laut secara berkala, dengan frekuensi sering (harian) atau hanya saat pasang purnama saja. Frekuensi genangan ini akan menentukan komposisi vegetasi hutan mangrove
c. menerima pasokan air tawar yang cukup, baik berasal dari sungai, mata air maupun air tanah yang berguna untuk menurunkan kadar garam dan menambah pasokan unsur hara dan lumpur
d. berair payau (2-22 ‰) sampai dengan asin yang bisa mencapai salinitas 38 %.
3. Manfaat mangrove
Fungsi mangrove secara umum dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Fungsi Fisik
a. menjaga garis pantai dan tebing sungai dari erosi/abrasi agar tetap stabil
b. mempercepat perluasan lahan
c. mengendalikan intrusi air laut
d. melindungi daerah di belakang mangrove dari hempasan gelombang dan angin kencang
e. menguraikan/mengolah limbah organik
2. Fungsi Biologis/Ekologis
1. tempat mencari makan (feeding ground), tempat memijah (spawning ground) dan tempat berkembang biak (nursery ground) berbagai jenis ikan, udang, kerang dan biota laut lainnya
2. tempat bersarang berbagai satwa liar, terutama burung
3. sumber plasma nutfah
3. Fungsi Ekonomis
a. hasil hutan berupa kayu
b. hasil hutan bukan kayu, seperti madu, bahan obat-obatan, minuman, makanan, tanin
c. lahan untuk kegiatan produksi pangan dan tujuan lain (pemukiman, pertambangan, industri, infrastruktur, transportasi, rekreasi)
4. adaptasi Mangrove
Bertahan dengan konsentrasi garam tinggi
Organisme yang hidup di ekosistem mangrove terutama pohon mangrove memiliki kelebihan untuk dapat bertahan pada kondisi dengan salinitas lingkungan yang tinggi. Ada tiga mekanisme yang dilakukan oleh pohon mangrove untuk bertahan terhadap kelebihan garam dari lingkungannya yaitu :
a. Mensekresi garam (salt-secretors).
Jenis mangrove ini menyerap air dengan kadar salinitas tinggi kemudian mengeluarkan atau mensekresikan garam tersebut keluar dari pohon. Secara khusus pohon mangrove yang dapat mensekresikan garam memiliki salt glands di daun yang memungkinkan untuk mensekresi cairan Na+ dan Cl-. Beberapa contoh mangrove yang dapat mensekresikan garam adalah : Aegiceras, Aegialitis, Avicennia, Sonneratia, Acanthus, dan Laguncularia.
Gambar Salt Gland/Kelenjar pengeluaran garam pada daun mangrove
c. Mengakumulasi garam (accumulators)
Mangrove memiliki mekanisme untuk mengakumulasi garam di dalam jaringannya. Jaringan yang dapat mengakumulasi cairan garam terdapat di akar, kulit pohon, dan daun yang tua. Daun yang dapat mengakumulasi garam adalah daun yang sukulen yaitu memiliki jaringan yang banyak mengandung air dan kelebihan garam dikeluarkan melalui jaringan metabolik. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa daun yang jatuh dari pohon diduga merupakan suatu mekanisme untuk mengeluarkan kelebihan garam dari pohon yang dapat menghambat pertumbuhan dan pembentukan buah. Garam yang terdapat di dalam pohon mangrove dapat mempengaruhi enzim metabolik dan proses fotosintesis, respirasi, dan sintesa protein. Konsentrasi garam yang tinggi tersebut dapat menghambat ribulose difosfat karboksilase suatu enzim dalam proses karboksilase. Beberapa jenis mangrove yang memiliki mekanisme dapat mengakumulasi garam adalah : Xylocarpus, Excoecaria, Osbornia, Ceriops, Bruguiera.
Spesialisasi Akar
Akar mangrove memiliki beberapa adaptasi untuk mempertahankan keberadaannya terhadap kondisi dengan salinitas tinggi. Adaptasi tersebut dirinci sebagai berikut :
- Kadar garam tinggi (halofit)
akarnya dapat menyaring NaCl dari air.
sistem perakaran yang khas : akar nafas (pneumatofora) untuk mengambil oksigen dari udara (Avicennia spp., Xylocarpus spp., Sonneratia spp.); penyangga yang memiliki lentisel (Rhizophora spp); akar lutut untuk mengambil oksigen dari udara (Bruguiera spp. dan Ceriops spp).
- Tanah Kurang Stabil dan adanya pasang surut
5. Rantai makanan dan jaring makanan Di ekosistem mangrove
Rantai makanannya dikenal dengan detritus. Sumber utama detritus adalah hasil penguraian guguran daun mangrove yang jatuh ke perairan oleh bakteri dan fungi. Rantai makanan detritus dimulai dari proses penghancuran luruhan dan ranting mangrove oleh bakteri dan fungi (detritivor) menghasilkan detritus. Hancuran bahan organik (detritus) ini kemudian menjadi bahan makanan penting (nutrien) bagi cacing, crustacea, moluska, dan hewan lainnya. nutrien di dalam ekosistem mangrove dapat juga berasal dari luar ekosistem, dari sungai atau laut.
Sumber energinya yaitu matahari, dan seperti yang telah di jelaskan di rantai energi di hutan bakau yang memanfaatkan sumber energy tersebut tidak hanya hutan bakau saja, akan tetapi fitoplankton yang ada akan memanfaatkannya dalam proses Fotosintesis yang akan mengahisilkan Oksigen dan Energi yang kemudian akan dimanfaatkan untuk mahluk hidup lainnya. Bagi crustacean dan mollusca serta hewan akuatik lainnya akan lebih memanfaatkan fitoplankton ini sebagai sumber gizi bagi tubuhnya karena untuk mendapat nutrient yang baik dari penguraian detritus . Untuk ikan-ikan besar dan burung-burung pemakan ikan kecil akan memakan ikan-ikan kecil , setelah hewan-hewan mati maka akan diuraikan oleh pengurai dan dihasilkan detritus yang akan dimanfaatkan fitoplankton sebagai sumber energinya
6. Pengaruh manusia terhadap ekosistem Mangrove dan hubungannya dengan rantai makanan
Hutan bakau sebagian besar banyak yang telah beralih fungsi dan di konversi menjadi lahan budidaya ikan maka akan terjadi pemutusan rantai makanan yang mengandalkan nutrient yang ada di pohon mangrove tersebut. Penjelasannya seperti ini, kita sama-sama mengetauhi bahwa rantai makanan yang terjadi di hutan mangrove/bakau tersebut memiliki tipe rantai makanan detritus, rantai makanan ini sumber utamanya dari hasil penguraian guguran daun dan ranting yang dihancurkan oleh bakteri dan fungi sehingga menhasilkan detritus, hancuran detrirus ini menghasilkan nutrient yang sangat penting bagi cacing, mollusca, crustaceae dan hewan lainnya. Dengan rantai tersebut apabila hutan bakau ini di ubah menjadi lahan budidaya maka, cacing, crustacean, mollusca dan hewan lainnya tidak mendapatkan nutrient yang cukup utuk perkembangan kehidupannya. Bakteri dan fungi akan dimakan oleh sebagian protozoa dan avertebrata, kemudian protozoa dan avertrtebrata akan dimakan oleh karnivora sedang yang selanjutnya di makan oleh karnivora tingkat tinggi. Menyimak pernyataan tersebut bahwa fungi dan bakteri yang tadi nya hidup untuk menguraikan dedaunan bakau/mangrove yang sudah jatuh dan seperti itu kehidupannya maka bakteri dan fungi tersebut akan berkurang meskipun tidak semua jenis bakteri dan fungi itu berkurang. Mungkin untuk selanjutnya tidak ada yang berubah karena protozoa dan avertebrata memakan baketri dan fungi yang kita tahu bahwa lahan tersebut tinggal beberappa jenis bakteri dan fungi.
BAB V PENUTUP
1. Mangrove merupakan salah satu tipe hutan dengan karakter yang spesifik dan memiliki beberapa fungsi, antara fungsi fisik, biologis dan ekonomis dimana ketiganya harus bisa berfungsi secara integral dan tidak tersegmentasi
2. Kita harus menjaga serta melesarikan mangrove, mengingat manfaatnya yang besar
Sumber :
Noor, Y.R., M. Khazali, dan I.N.N. Suryadiputra. 1999. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. PKA/WI-IP. Bogor.
Istomo, 1992. Tinjauan Ekologi Hutan Mangrove dan Pemanfaatannya di Indonesia. Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan, IPB. Bogor
Diunduh dari http://www.bpdasctw.info/FileDownloadan/ExsumInvenIdenMangrove.pdf
Gambar ;
Internet